Jumat, 08 Agustus 2014

PANCASILA SEBAGAI SUMBER SEGALA SUMBER HUKUM NEGARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011

Contoh Cover Jurnal Media Komunikasi FIS
Oleh :

Erika, S.H., M.Kn
Fakultas Hukum, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
Jalan Juanda No. 80 Kota Samarinda Kalimantan Timur

ABSTRAK
Dalam penulisan artikel ini akan mendeskripsikan secara singkat tentang Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara ditinjau dari undang-undang. Metode penulisan yang digunakan ialah studi kepustakaan yaitu metode pengumpulan data dari buku, artikel/jurnal, internet, dan bacaan lain sebagai bahan analisis. Data akan dianalisis secara kualitatif berdasarkan teori kemudian disajikan sistematis secara deskriptif. Berdasarkan bentuk data yang dipergunakan dalam penulisan artikel ini adalah meliputi dokumen hukum yang berupa literatur atau bahan pustaka yang ada kaitannya dengan penulisan artikel yang dilakukan. Dalam penulisan artikel ini bahan yang dipergunakan adalah berbentuk dokumen hukum yang mengatur tentang Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, dokumen hukum ini meliputi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan menyatakan bawah Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara, yang memiliki makna menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofi negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa makna menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofi negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Hal ini sesuai dengan yang terkandung di dalam nilai-nilai Pancasila yaitu nilai dasar (fundamental) yaitu Pancasila, kemudian nilai instrumetal yaitu terkait dengan peraturan perundangan-undangan dan nilai praksis tentang pelaksanaan nilai dasar dan nilai instrumental di dalam kehidupan masyarakat Indonesia, jadi nilai praksis dan nilai instrumental tidak boleh bertentang dengan nilai dasar, karena nilai dasar Pancasila merupakan Staatsfundamentalnorm.

Kata kunci : Pancasila, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Staatsfundamentalnorm.

PENDAHULUAN
          Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perjalanan sejarah eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di balik legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan lain perkataan dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu (Kaelan; 2008).
          Fungsi Pancasila adalah sebagai dasar negara dan sebagai ideologi nasional. Kita patut berbangga kepada para pendiri bangsa (the founding fathers) yang telah berhasil menemukan dan merumuskan Pancasila sebagai dasar dari NKRI dan menyepakatinya pula sebagai ideologi  nasional Indonesia. Karena itu pula kita patut merasa berhutang budi kepada para pendiri bangsa dan negara ini yang selanjutnya perlu dan harus dibayar dengan menjalankan dharma negara dan dharma agama. Sayangnya, sedikit sekali dari kita yang menanyakan secara kritis, mengapa Pancasila dijadikan dasar negara dan ideologi nasional Indonesia; mengapa tidak menggunakan ajaran agama tertentu saja atau ideologi lain sebagai penggantinya. Jawabannya telah jelas bahwa secara filosofis sesungguhnya Pancasila adalah hakikat manusia Indonesia seutuhnya.
          Pancasila adalah karya budaya bangsa Indonesia seluruhnya dan seutuhnya, yang terkait langsung dengan sifat, hakikat, kodrat, dan fitrahnya sebagai manusia yang utuh sebagai khalifah di bumi. Sebagai ideologi, karena itu, Pancasila adalah pandangan hidup yang ideal dan mendasar/fundamental yang mempedomani bagaimana manusia mewujudkan hakikat, kedudukan kodrat, sifat, dan fitrahnya sebagai manusia seutuhnya di muka bumi ini. Tidak ada manusia di dunia ini yang bisa lepas dari lima hakikat, kedudukan kodrat, sifat dan fitrah manusia seperti diajarkan dalam ideologi Pancasila betapa pun ia atau mereka mencoba mengingkarinya (kaum fundamentalisme agama, kaum liberalisme, komunisme, sosialisme, materialisme, sekulerisme, individualisme, hedonisme). Wajarlah, karena itu, jika Pancasila dikatakan memiliki nilai-nilai yang universal. Yang  Inilah sebabnya mengapa secara ontologis kajian terhadap Pancasila sesungguhnya merupakan kajian terhadap manusia Indonesia seutuhnya (Sukadi, 2013).
          Kedudukan dan fungsi Pancasila bilamana dikaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai idiologi bangsa dan negara sebagai kepribadian bangsa. Sejalan beriringan dengan tatanan nilai-nilai kehidupan di dalam bernegara, ada yang disebut sebagai nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis. Nilai dasar adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang kurang lebih mutlak. Nilai dasar berasal dari nilai-nilai kultural atau budaya yang berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri, yaitu yang berakar dari kebudayaan, sesuai dengan UUD 1945 yang mencerminkan hakikat nilai kultural. Nilai instrumental adalah pelaksanaan umum nilai-nilai dasar, biasanya dalam wujud norma sosial atau norma hukum, yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam lembaga yang sesuai dengan kebutuhan tempat dan waktu. Nilai instrumental, meskipun lebih rendah daripada nilai dasar, tetapi tidak kalah penting karena nilai ini mewujudkan nilai umum menjadi konkret serta sesuai dengan zaman. Nilai instrumental merupakan tafsir positif terhadap nilai dasar yang umum. Nilai praksis adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Semangatnya nilai praksis ini seyogyanya sama dengan nilai dasar dan nilai instrumental.
Nilai inilah yang sesungguhnya merupakan bahan ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental sungguh-sungguh hidup dalam masyarakat atau tidak. Dengan berdasarkan hal ini, jika seluruhnya dapat berjalan bersama dan beriringan akan membawa dampak yang baik serta dapat dihayatinya nilai-nilai Pancasila yang lama ini hilang dan dapat membentuk karakter manusia Indonesia lebih baik dan berbudaya ke Indonesia-an. Dan yang harus diperhatikan serius adalah hasil Kongres Pancasila yang ke-III yang dilaksanakan di Surabaya, pada tanggal 31 Mei – 1 Juni 2011, yang mengahasilkan agenda aksi : Setelah mengikuti Kongres Pancasila III, maka peserta kongres berkomitmen: Mendorong tumbuhkembangnya komunitas, paguyuban, atau organisasi yang terajut dalam jaringan pembudayaan Pancasila secara nasional yang sistematis sinergis, dan berkelanjutan. Membangun jaringan komunikasi pembudayaan Pancasila melalui pertemuan-pertemuan, mailinglist, website, facebook, twitter,  dan jejaring sosial lainnya. Hal ini dikembangkan dalam rangka memberikan berbagai informasi tentang kegiatan penelitian, model, metode, dan strategi pembudayaan Pancasila di seluruh Indonesia yang sesuai komunitas masing-masing (Hasil Kongres Pancasila III, 31 Mei – 1 Juni 2011).
          Serta di dalam Kongres Pancasila IV (Hasil Kongres Pancasila IV, UGM)  yang dilaksanakan di Universitas Gadjah Mada, pada tanggal 31 Mei -1 Juni 2012,  dengan Tema Strategi Pelembagaan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia, memberikan kesimpulan bahwa Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara (Filosofische Grondslag), Ideologi Negara dan Pandangan Hidup (way of life) yang merupakan sumber nilai, inspirasi dan dasar interpretasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, wajib diaktualisasikan ke dalam proses dan seluruh produk per-undang-undangan dan berbagai kebijakan penyelenggaraan Negara. Alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 memuat tujuan dan dasar negara yang merupakan kerangka acuan negara Indonesia. Strategi pelembagaannya menuntut pembedaan antara pelembagaan melalui negara dan pada masyarakat.
          Pancasila sebagai dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa serta idiologi bangsa dan negara, bukanlah hanya untuk sebuah rangkaian kata- kata yang indah namun semua itu harus kita wujudkan dan di aktualisasikan di dalam berbagai bidang dalam kehidupan bermasarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai dasar negara menunjukkan bahwa Pancasila itu sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari seluruh tertib hukum yang ada di Negara RI. Berarti semua sumber hukum atau peraturan-peraturan, mulai dari Undang-Undang Dasar 1945, Tap MPR, Undang-Undang, Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undamg), PP (Peraturan Pemerintah), Keppres (Keputusan Presiden), dan seluruh peraturan pelaksanaan yang lainnya, harus berpijak pada Pancasila sebagai landasan hukumnya, semua produk hukum harus sesuai dengan Pancasila dan tidak boleh bertentangan dengannya. Dalam penulisan artikel ini akan membahas tentang Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang menyatakan Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara yang dikaitkan dengan sistem nilai yang tertuang dalam Pancasila dan sudah menjadi dasar negara.

NB :

Jika ingin memiliki hasil lengkap penelitian ini silahkan kirim email ke :
erika_notaris@yahoo.com
erika_aktivisdayak@yahoo.com

Tidak ada komentar: